“Baru dikasih tahu sedikit, langsung nangis. Ditegur lembut, udah manyun. Kenapa anak saya mudah sekali tersinggung dan marah?”
Banyak orang tua merasa frustrasi menghadapi anak yang tampak “mudah meledak”. Tapi tahukah Anda? Bisa jadi anak Anda termasuk highly sensitive child (anak yang sangat peka secara emosional) — dan itu bukan sebuah kesalahan, melainkan bagian dari kepribadiannya yang unik.
🧠 Apa Itu Anak yang Emosinya Sensitif?
Anak sensitif cenderung:
-
Mudah menangis atau merasa sakit hati
-
Tidak suka suasana ribut atau konflik
-
Cepat merasa tidak nyaman jika ditekan atau dikritik
-
Punya empati tinggi (tapi kadang belum tahu cara mengekspresikannya)
Menurut psikolog Elaine Aron, sekitar 15–20% anak terlahir dengan sistem saraf yang lebih responsif terhadap rangsangan emosional dan lingkungan. Mereka bukan anak manja atau lemah — mereka hanya merasakan semuanya lebih dalam.
🧩 Ciri-Ciri Anak Balita yang Sensitif:
-
Menangis jika suara orang tua meninggi, walau tidak dimarahi langsung
-
Tidak nyaman di tempat ramai atau terlalu bising
-
Gampang frustasi saat gagal melakukan sesuatu
-
Memperhatikan detail kecil dan cepat merespon perubahan suasana
❤️ Yang Sering Terjadi: Salah Paham
Banyak anak sensitif malah sering dimarahi karena dianggap drama, terlalu cengeng, atau manipulatif. Padahal justru karena mereka butuh dukungan emosi yang lebih tenang dan konsisten.
Kalimat seperti:
❌ “Ah masa gitu aja nangis?”
❌ “Kamu tuh terlalu sensitif, deh!”
…justru membuat anak merasa tidak dipahami dan makin tertutup atau mudah meledak.
✅ Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?
1. Kenali dan Terima Kepribadiannya
Anak sensitif bukan masalah yang perlu “diperbaiki”. Yang dibutuhkan adalah cara mendampingi yang sesuai. Jadilah tempat yang aman untuk emosi mereka.
2. Gunakan Nada Suara Lembut dan Stabil
Anak sensitif merespons intonasi suara lebih dalam dari anak lainnya. Teguran keras atau sarkasme bisa membuat mereka shutdown.
Contoh kalimat:
“Mama tahu kamu kesal karena susah naruh balok itu. Mau Mama bantu?”
3. Bantu Anak Mengenali dan Menamai Emosi
Balita belum tahu perbedaan antara marah, kecewa, bingung, atau malu. Bantu mereka mengenali perasaan dengan kata-kata.
Contoh:
“Kamu kelihatan kecewa ya, karena warnanya nggak sesuai?”
“Kalau kesal, kamu bisa bilang ‘aku butuh sendiri dulu’, ya.”
Ini membantu anak membangun kecerdasan emosional sejak dini.
4. Berikan Waktu Tenang, Bukan Hukuman
Anak yang sedang meluap emosinya butuh ruang untuk cooling down, bukan hukuman. Ajak ke “pojok tenang” dengan bantal, buku, atau pelukan. Jangan langsung diberi ceramah.
✍️ Refleksi Hari Ini:
-
Apakah saya sering menganggap anak saya terlalu “berlebihan”?
-
Kapan terakhir saya memberi ruang aman saat dia meluapkan emosinya?
-
Apa satu cara baru yang ingin saya coba minggu ini?
🔔 Catatan Penting:
Anak sensitif bisa tumbuh menjadi pribadi yang bijak, empatik, dan penuh kasih, asalkan mereka merasa aman untuk menjadi dirinya sendiri. Jangan buru-buru melabeli mereka sebagai “lemah”.
💡 Kutipan Hari Ini:
“Anak sensitif tidak butuh kekerasan hati, tapi pelukan yang memahami.”
